Wednesday, March 14, 2018

Cerita Seks Berawal Kecelakaan Berakhir Ketagihan Dengan Anak Kecil

Nih guys kali ini Ceritaseks.asia akan mengulas tentang Cerita Seks Berawal Kecelakaan Berakhir Ketagihan Dengan Anak Kecil, yang tak kalah serunya dengan kumpulan cerita-cerita yang lain nih guys. Dan dijamin bisa buat barang-barang anda semua becek-becek gimana gitu deh. Yuk disimak dan selamat menikmati cerita-cerita yang sudah kami rangkai berikut ini.


Cerita Seks Berawal Kecelakaan Berakhir Ketagihan Dengan Anak Kecil
Cerita Seks Berawal Kecelakaan Berakhir Ketagihan Dengan Anak Kecil

Cerita Seks Berawal Kecelakaan Berakhir Ketagihan Dengan Anak Kecil

Cerita Dewasa - Perkenalkan namaku Ziah, aku adalah seorang ibu rumah tangga, usiaku 42 tahun. Suamiku bernama Ramlan, umur 47 tahun, seorang pegawai pemerintahan di kota B. Aku bahagia bersama dengan suami dan kedua anakku. Suamiku seorang laki-laki yang gagah dan bertubuh besar, biasalah dulu dia seorang tentara. Penampilanku sendiri walaupun sudah berumur tapi sangat terawat karena aku rajin ke salon, fitnes dan yoga. Kata orang, aku mirip seperti Donna Harun. Tubuhku masih bisa dikatakan langsing, walaupun payudaraku termasuk besar karena sudah punya 2 anak.


Anakku yang pertama bernama Febri, seorang gadis remaja yang beranjak dewasa. Dia baru saja masuk ke PTN Favorit. Anak kedua bernama Ali, masih sekolah SMA kelas 2. Si Febri walaupun tinggal serumah dengan kami tapi lebih sering menghabiskan waktu di tempat kostnya di kawasan Gejayan. Kalau si Ali, karena cowok remaja, lebih sering berkumpul dengan teman-temannya ataupun sibuk dengan kegiatan di sekolahnya.



Semenjak tidak sibuk mengurusi anak-anak lagi, kehidupan seks-ku semakin tua justru semakin menjadi-jadi. Apalagi suamiku selain bertubuh kekar, juga orang yang sangat terbuka soal urusan sex. Akhir-akhir ini, setelah anak-anak sudah beranjak besar, kami berlangganan internet. Aku dan suamiku sering browsing masalah-masalah sex, baik video, cerita, atau pun foto-foto. Segala macam gaya berhubungan badan kami lakukan.

Kami bercinta sangat sering, minimal seminggu 3 kali. Entah mengapa, semenjak kami sering berseluncur di internet, gairah seks-ku semakin menggebu. Sebagai pejabat, suamiku sering tidak ada di rumah, tapi kalau pas di rumah, kami langsung main kuda-kudaan.

Sudah lama kami memutuskan untuk tidak punya anak lagi. Tapi aku sangat takut untuk pasang spiral. Dulu aku pernah mencoba suntik dan pil KB. Tapi sekarang kami lebih sering pakai kondom, atau lebih seringnya suamiku ‘keluar’ di luar. Biasanya di mukaku, di payudara, atau bahkan di dalam mulutku. Pokoknya kami sangat hati-hati agar Ali tidak punya adik lagi. Dan tenang saja, suamiku sangat jago mengendalikan muncratannya, jadi aku tidak khawatir dia muncrat di dalam rahimku.

Sebagai wanita berumur, tubuhku termasuk sintal dan seksi. Payudaraku memang sudah agak melorot, tapi tentu saja lumrah seperti itu karena ukurannya yang memang termasuk besar. Tapi yang jelas, bodiku masih bohay karena aku masih punya pinggang walapun pantatku termasuk besar. Aku sadar, kalau tubuhku masih tetap sanggup membuat para pria menelan air liurnya. Apalagi aku termasuk ibu-ibu yang suka pakai baju yang agak ketat. Sudah kebiasaan sih dari remaja, apalagi sekarang susuku tambah besar.

Suamiku termasuk seorang pejabat yang baik, dia ramah pada setiap orang. Di kampung dia termasuk aparat yang disukai oleh para tetangga. Apalagi suamiku juga banyak bergaul dengan anak-anak muda kampung. Kalau pas di rumah, suamiku sering mengajak anak-anak muda untuk bermain dan bercakap-cakap di teras rumah.

Semenjak setahun yang lalu, di halaman depan rumah kami dibangun semacam gazebo untuk nongkrong para tetangga. Setelah membeli televisi baru, televisi lama kami taruh di gazebo itu sehingga para tetangga betah nongkrong di situ. Yang jelas, banyak bapak-bapak yang curi-curi pandang ke tubuhku kalau pas aku bersih-bersih halaman atau ikutan nimbrung sebentar di tempat itu. Maklumlah, aku kan ibu-ibu yang semok dan bohay.

Selain bapak-bapak, ada juga pemuda dan remaja yang sering bermain di rumah. Salah satunya karena gazebo itu juga dipergunakan sebagai perpustakaan untuk warga. Salah satu anak kampung yang paling sering main ke rumah adalah Haris, yang masih SMP kelas 2. Dia anak tetangga kami yang berjarak 3 rumah dari tempat kami. Anaknya baik dan ringan tangan. Sama suamiku dia sangat akrab, bahkan sering membantu suamiku kalau lagi bersih-bersih rumah, atau membelikan kami sesuatu di warung. Sejak masih anak-anak, Haris dekat dengan anak-anak kami, mereka sering main karambol bareng di gazebo. Bahkan kadang-kadang Haris menginap di situ, karena kalau malam gazebo itu diberi penutup oleh suamiku, sehingga tidak terasa dingin.

Pada suatu malam, aku dan suamiku sedang bermesraan di kamar kami. Semenjak sering melihat adegan blowjob di internet, aku jadi kecanduan mengulum kontol suamiku. Apalagi kontol suamiku adalah kontol yang paling gagah sedunia bagiku. Tidak kalah dengan kontol-kontol yang biasa kulihat di BF. Padahal dulu waktu masih manten muda aku selalu menolak kalau diajak blowjob. Entah kenapa sekarang di usia yang sudah lebih 42, aku justru tergila-gila mengulum kontol suamiku. Bahkan aku bisa orgasme hanya dengan mengulum kontol besar itu. Tiap nonton film blue pun mulutku serasa gatal. Kalau pas tidak ada suamiku, aku selalu membawa pisang kalau nonton film-film gituan. Biasalah, sambil nonton sambil makan pisang.

Malam itu pun aku dengan rakus menjilati kontol suamiku. Bagi mas Ramlan, mulutku adalah memek keduanya. Dengan berseloroh, dia pernah bilang kalau sebenarnya dia sama saja sudah poligami, karena dia punya dua lubang yang sama-sama hotnya untuk dimasuki. Ucapan itu ada benarnya, karena mulutku sudah hampir menyerupai memek, baik dalam mengulum maupun dalam menyedot. Karena kami menghindari kehamilan, bahkan sebagian besar sperma suamiku masuk ke dalam mulutku.

Malam itu kami lupa kalau Haris tidur di gazebo depan. Seperti biasa, aku teriak-teriak pada waktu kontol suamiku mengaduk-aduk isi memekku. Suamiku sangat kuat, malam itu aku sudah berkali-kali orgasme, sementara suamiku masih segar bugar dan menggenjotku terus-menerus. Tiba-tiba kami tersentak ketika kami mendengar suara berisik di jendela.

Segera suami mencabut kontolnya dan membuka jendela. Di luar nampak Haris dengan wajah kaget dan gemetaran ketahuan mengintip kami. Suamiku nampak marah dan melongokkan badannya keluar jendela. Haris yang kaget dan ketakutan meloncat ke belakang. Saking kagetnya, kakinya terantuk selokan kecil di teras rumah. Haris terjerembab dan terjungkir ke belakang. Suamiku tak jadi marah, tapi dia kesal juga.

“Walah, Riss ! Kamu itu ngapain?”, bentaknya.

Haris ketakutan setengah mati, karena dia sangat menghormati kami. Suamiku yang tadinya kesal pun tak jadi memarahinya. Haris gelagapan, wajahnya meringis menahan sakit, sepertinya pantatnya terantuk sesuatu di halaman. Cerita Sex Dewasa

Aku tadinya juga sangat malu diintip anak ingusan itu. Tapi aku juga menyayangi Haris, bahkan seperti anakku sendiri. Aku juga sadar, sebenarnya kami yang salah karena bercinta dengan suara segaduh itu. Aku segera meraih dasterku dan ikut menghampiri Haris.

“Aduh, mas… Kasian dia, gak usah dimarahin. Kamu sakit Riss ?”, Aku mendekati Haris dan memegangi tangannya.

Wajah Haris sangat memelas, antara takut, sakit, dan malu.

“Sudah gak papa. Kamu sakit, Riss ?”, tanyaku.

“Sini coba kamu berdiri, bisa gak ?”

Karena gemeteran, Haris gagal mencoba berdiri, dia malah terjerembab lagi. Secara reflek, aku memegang punggungnya, sehingga kami berdua menjadi berpelukan. Dadaku menyentuh lengannya, tentu saja dia dapat merasakan lembutnya gundukan besar dadaku. Karena aku hanya memakai daster tipis yang sambungan, sementara di dalamnya aku tidak memakai apa-apa lagi.

“Aduh sorry Riss…”, pekikku.

Tiba-tiba suamiku tertawa. Agak kesal aku meliriknya, kenapa dia menertawai kami?

“Aduh… Mas ini, ada anak jatuh kok malah ketawa”

“Hahaha… lihat itu, Dik. Si Haris ternyata udah gede, hahaha…”, kata suamiku sambil menunjuk ke selangkangan Haris.

Weitss… ternyata mungkin tadi Haris mengintip kami sambil mengocok, karena di atas celananya yang agak melorot, kontol kecilnya terlihat mencuat ke atas. Kontol kecil itu terlihat sangat tegang dan berwarna kemerah-merahanan. Malu juga aku melihat adegan itu, apalagi si Haris, dia malah tambah gelagapan.

“Hussh, Mas… Kasihan dia, udah malu tuh”, kataku yang justru menambah malu si Haris.

“Kamu suka lihat barusan, Riss ? Wah, hayooo… kamu nafsu ya lihat Bu Ziah?”, goda suamiku.

Dia malah ketawa-ketawa sambil berdiri di belakangku. Tentu saja wajah Haris jadi tambah memerah, walaupun tetap saja kontol kecilnya tegak berdiri. Kesal juga aku sama suamiku, udah gak menolong malah menertawakan anak ingusan itu.

“Huh, Mas… jangan godain dia, tolongin nih, angkat dia !”

“Lha dia kan udah berdiri… ya tho, Riss ? Hahaha…”, kata suamiku.

Aku sungguh tidak tega melihat muka anak itu yang merah padam karena malu. Aku segera berdiri mengangkang di depannya dan memegangi dua tangannya untuk menariknya berdiri. Berat juga badannya, kutarik kuat-kuat, akhirnya dia terangkat juga. Tapi baru setengah jalan, mungkin karena dia masih gemetar dan aku juga kurang kuat, tiba-tiba justru aku yang jatuh menimpanya.

“Ohhh…” Aku berusaha untuk menahan badanku agar tidak menindih anak itu, tapi tanganku malah menekan dada Haris dan membuatnya jatuh terlentang sekali lagi. Bahkan kali ini, aku ikut jatuh terduduk di pangkuannya. Dan…

“Ohhh ! Sleppp…”, terasa sesuatu masuk tepat di memekku.

“Waah !!”

Aku tersentak dan sesaat bingung apa yang terjadi, begitu juga dengan Haris, wajahnya nampak sangat ketakutan.

“Aduuuhhh !”, teriakku.

Sementara suamiku justru tertawa melihat kami jatuh lagi. Tiba-tiba aku sadar apa yang masuk tepat di lobang memekku, ternyata kontol kecil si Haris ! Kontol itu dengan mudah masuk ke memekku karena di samping memekku masih basah sisa persetubuhanku dengan suamiku, juga karena aku tidak mengenakan apa-apa di balik daster pendekku.

“Ohhhhh… apa yang terjadi ?”, pikirku.

Mungkin juga karena kontol Haris yang masih imut dan lobang memekku yang biasa digagahi kontol besar suami, jadinya sangat mudah diselipin kontol kecil itu.

“Ohhh.. Masss?!”, desisku pada suamiku.

Kali ini suamiku berhenti tertawa dan agak mendongal kaget.

“Kenapa, Dik?”, tanyanya heran.

Kami bertiga sama-sama kaget, suamiku nampaknya juga menyadari apa yang terjadi. Dia mendekati kami, dan melihat bahwa kontol Haris sudah amblas di lobang memekku. Beberapa saat kami bertiga terdiam bingung dengan apa yang terjadi. Aku merasakan kontol Haris berdenyut-denyut di dalam memekku. Memekku juga segera meresponnya, mengingat rasa tanggung setelah persetubuhanku dengan suamiku yang tertunda.

Aku mencoba bangkit, tapi entah kenapa, kakiku jadi gemetar dan kembali selangkanganku menekan tubuh si Haris. Tentu saja kontolnya kembali menusuk memekku.

“Ohhh…”, aku merasakan sensasi yang biasa kutemui kala sedang bersetubuh.

“Ohhh…”, desisku.

“Ahhh…”, Haris ikut terpekik tertahan.

Wajahnya memerah, tapi aku merasakan pantatnya sedikit dinaikkan merespon selangkanganku.

“Slepppp !!”

Kembali kontol itu menusuk ke dalam memekku. Yang mengherankan, suamiku diam saja, entah karena dia kaget atau apa. Hanya aku lihat wajahnya ikut memerah dan sedikit membuka mulutnya, mungkin bingung juga untuk bereaksi dengan situasi aneh ini.

Aku diam saja menahan napas sambil menguatkan tanganku yang menahan tubuhku. Tanganku berada di sisi kanan dan kiri si Haris. Sementara Haris dengan wajah merah padam menatap mukaku dengan panik. Agak mangkel juga aku lihat mukanya, panik, takut, tapi kok kontolnya tetap tegang di dalam memekku.

“Dasar anak mesum”, pikirku.

Tapi aneh juga, aku justru merasakan sensasi yang luar biasa dengan adanya kontol anak yang sudah kuanggap saudaraku sendiri itu di dalam memekku. Agak kasihan juga melihat mukanya, dan juga muncul rasa sayang.

“Kasihan juga anak ini, dia sangat bernafsu mengintip kami, dan juga apalagi yang dikawatirkan, karena kontolnya sudah terlanjur menusuk ke dalam memekku”, pikirku.

Aku melirik suamiku sambil tetap duduk di pangkuan si Haris. Suamiku tetap diam saja, agak kesal juga aku lihat respon mas Ramlan. Tiba-tiba pikiran nakal menyelimuti, kenapa tidak kuteruskan saja persetubuhanku dengan Haris, toh kontolnya sudah menancap di memekku. Apalagi kalau lihat muka hornynya yang sudah di ubun-ubun, kasihan lihat Haris kalau tidak diteruskan.

Dengan nekat akupun kembali menekan pantatku ke depan. Memekku meremas kontol Haris di dalam, merasakan remasan itu Haris terpekik kaget. Suamiku mendengus kaget juga.

“Dik, a-a-apa yang kau lakukan?”, kata suamiku gagap.

Aku diam saja, hanya saja aku mulai menggoyang pantatku maju mundur. Suamiku melongo sekarang, wajahnya mendekat melihat mukaku setengah tak percaya. Haris tidak berani melihat suamiku. Dia menatap wajahku keheranan dan penuh nafsu.

“Mas… aku teruskan saja ya, kasihan si Haris. Apalagi kan sudah terlanjur masuk, toh sama saja…”, bisikku berani.

Aku tak bisa lagi menduga perasaan suamiku. Kecelakaan ini benar-benar di luar perkiraan kami semua. Tapi suamiku memegang pundakku, yang kupikir mengijinkan kejadian ini. Entah apa yang ada di pikiranku, aku tiba-tiba sangat ingin menuntaskan nafsu si Haris.

“Ahh… Sshhh.. Sshhh… ughh…!”, Si Haris mengerang-erang sambil tetap berbaring di rerumputan di halaman rumah kami.

Kembali aku memaju-mundurkan pantatku sambil meremas-remas kontol kecil itu di dalam memekku. Remasanku selalu bikin suamiku tak tahan karena aku rajin ikut senam. Apalagi ini si Haris, anak ingusan yang tidak berpengalaman.

Tiba-tiba, karena sensasi yang aneh ini, aku merasakan orgasme di vaginaku. Jarang aku orgasme secepat itu, aku merintih dan mengerang sambil memegang erat lengan suamiku. Banjir mengalir dalam memekku, otomatis remasan dalam memekku menguat, dan kontol kecil si Haris dijepit dengan luar biasa.

Haris meringis dan mengerang, dan pantatnya melengkung naik dan…

“Crooooott… Crooooott… Crooooott…!!”, cairan panasnya meledak membanjiri rahimku.

Aku seperti hilang kendali, semua tiba-tiba gelap dan aku diserbu oleh badai kenikmatan.

“Ohh…”, aku terkulai lemas sambil menunduk menahan tubuhku dengan kedua tangan. Nafasku terengah-engah tidak karuan, aku terdiam sejenak tak tahu harus bagaimana.

Aku dan suamiku saling berpandangan.

“Dik ! Haris gak p-pakai kondom”, kata suamiku terbata-bata.

Kami sama-sama kaget menyadari bahwa percintaan itu tanpa pengaman sama sekali, dan aku telah menerima banyak sekali sperma dalam rahimku, sperma si anak ingusan. Ohh… tiba-tiba aku sadar akan risiko dari persetubuhan ini. Aku dalam masa subur, dan sangat bisa jadi aku bakalan mengandung anak dari Haris, bocah SMP yang masih ingusan.

Pelan-pelan aku berdiri dan mencabut kontol Haris dari memekku, kontol itu masih setengah berdiri dan berkilat basah oleh cairan kami berdua. Aku dan suamiku menghela nafas, cepat-cepat aku memperbaiki dasterku. Dengan gugup, Haris juga menaikkan celananya dan duduk ketakutan di rerumputan.

“Ma-ma’af, Bu…”, akhirnya keluar juga suaranya.

Aku menatap Haris dengan wajah seramah mungkin. Suamiku yang akhirnya pegang peranan.

“Sudahlah, Riss… Sana kamu pulang, mandi dan cuci-cuci !”, perintahnya tegas.

“Iya, om… Ma-maaf ya Om…”, kata Haris sambil menunduk.

Segera dia meluncur pergi lewat halaman samping.

“Masuk !”, suamiku melihat ke arahku dengan suara agak keras.

Gemetar juga aku mendengar suamiku yang biasanya halus dan mesra padaku.

“Aduuh… apa yang akan terjadi ?”

Kami berdua masuk ke rumah, aku tercekat tidak bisa mengatakan apa-apa.

“Jangan-jangan suamiku tak memaafkanku. Ohh, apa yang bisa kulakukan?”, pikiran buruk mendera diotakku.

Di dalam kamar tangisanku pecah, aku tak berani menatap suamiku. Selama ini aku adalah istri yang setia dan bahagia bersama suamiku, tapi malam ini aku merasa sangat-sangat kotor dan hina. Agak lama suamiku membiarkanku menangis, akhirnya dia mengelus pundakku.

“Sudahlah bu… ini kan kecelakaan”, katanya.

Hatiku sangat lega, aku langsung menatap suamiku dan mencium bibirnya. Tiba-tiba aku menjadi sangat takut kehilangan dia. Kami berpelukan lama sekali.

“Tapi, mas… kalau aku hamil gimana?”, tanyaku memberanikan diri.

“Ahh… mana mungkin ngawur aja ibu ini, dia kan masih ingusan. Dan kalaupun kamu hamil, kan gak papa, si Ali juga sudah siap kalau punya adik lagi”, kata suamiku.

Jawaban itu sedikit menenangkan hatiku, akhirnya kami bercinta lagi. Kurasakan suamiku begitu mengebu-gebu mengerjaiku. Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya, padahal dia barusan saja melihat istrinya disetubuhi anak muda ingusan. Sampai-sampai aku kelelahan melayani suamiku. Pada orgasme yang ketiga aku pun menyerah.

“Mas, keluarin di mulutku saja ya… aku tak kuat lagi”, bisikku pada orgasme ketigaku ketika kami dalam posisi doggy.

Suamiku mengeluarkan kontolnya dan menyorongkannya ke mulutku. Sambil terbaring aku menyedot-nyedot kontol besar itu. Sekitar setengah jam kemudian, mulutku penuh dengan sperma suamiku. Dengan penuh kasih sayang aku menelan semua cairan kental itu.

Hari-hari selanjutnya berlalu dengan biasa. Aku dan suamiku tetap dengan kemesraan yang sama. Kami seolah-olah melupakan kejadian malam itu. Hanya saja, Haris belum berani main ke rumah. Agak kangen juga kami dengan anak itu. Sebenarnya rumah kami dekat dengan rumah Haris, tapi aku juga belum berani untuk melihat keadaan anak itu. Hanya saja aku masih sering ketemu ibunya, dan sering iseng-iseng nanya keadaan Haris. Katanya sih dia baik-baik saja, hanya sekarang lagi sibuk persiapan mau naik kelas 3 SMP.

Seminggu sebelum bulan puasa, Haris datang ke rumah mengantarkan selamatan keluarganya. Wajahnya masih kelihatan malu-malu ketemu aku. Aku sendiri dengan riang menemuinya di depan rumah.

“Hai, Riss… kok kamu jarang main ke rumah ?”, tanyaku.

“Eh… iya bu. Gak papa kok Bu”, jawabnya sambil tersipu.

“Bilang ke mamamu, makasih ya”

“Iya bu…”, jawab Haris dengan canggung.

Dia bahkan tak berani menatap wajahku. Entah kenapa aku merasa kangen sekali sama anak itu. Padahal dia jelas masih anak ingusan, dan bukan type-type anak SMP yang populer dan gagah kayak yang jago-jago main basket. Jelas si Haris tidak terlalu gagah, tapi ukuran sedang untuk anak SMP, hanya badannya memang tinggi.

“Ayo masuk dulu, Ibu buatin minum ya”, ajakku.

Haris tampak masih agak malu dan takut untuk masuk rumah kami, siang itu suamiku masih dinas ke Kulonprogo, dan anak-anak juga tidak ada yang di rumah. Kami bercakap-cakap sebentar tentang sekolahnya dan sebagainya. Sekali-kali aku merasa Haris melirik ke badanku. Wah… gak tahu kenapa, aku merasa senang juga diperhatiin sama anak itu. Waktu itu aku mengenakan kaos agak ketat karena barusan ikut kelas yoga bersama ibu-ibu Candra Kirana, tentunya dadaku terlihat sangat menonjol.

Akhirnya tidak begitu lama, Haris pamit pulang. Dia kelihatan lega sikapku padanya tidak berubah setelah kejadian malam itu.

Hingga pada bulan selanjutnya, aku tiba-tiba gelisah. Sudah hampir lewat dua minggu aku belum datang bulan. Tentu saja kejadian waktu itu membuatku bertambah panik. Gimana kalau benar-benar jadi? Aku belum berani bilang pada Mas Ramlan. Untuk melakukan test saja aku sangat takut, takutnya kalau positif.

Hingga pada suatu pagi aku melakukan test kehamilan di kamar mandi. Dan, deg ! Hatiku seperti mau copot. Lembaran kecil itu menunjukkan kalau aku positif hamil. Oh, Tuhan !!

Aku benar-benar kaget dan tak percaya. Jelas ini bukan anak suamiku, kami selalu bercinta dengan aman. Dan jelas sesuai dengan waktu kejadian, ini adalah anak Haris, si anak SMP yang belum cukup umur itu, kali ini aku benar-benar bingung.

Seharian aku tidak dapat berkonsentrasi, pikiranku berkecamuk tidak karuan. Bukan saja karena aku tidak siap untuk punya anak lagi, tapi juga bagaimana reaksi suamiku bahwa aku hamil dari laki-laki lain. Itulah yang paling membuatku bingung.

Hari itu aku belum berani untuk memberi tahu suamiku. Dua hari berikutnya, justru suamiku yang merasakan perbedaan sikapku.

“Dik Ziah, ada apa ? Kok sepertinya kurang sehat ?”, tanyanya penuh perhatian.

Waktu itu kami sedang tidur bedua, aku tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Yang kulakukan hanya memeluk suamiku erat-erat dan suamiku membalas pelukanku.

“Ada apa sayang ?”, tanyanya.

Badan kekarnya memelukku mesra. Aku selalu merasa tenang dalam pelukan laki-laki perkasa itu.

Aku tidak berani menjawab, suamiku lalu memegang mukaku, dan menghadapkan ke mukanya. Sepertinya dia menyadari apa yang terjadi, sambil menatap mataku, dia bertanya,

“Benarkah?”

Aku mengangguk pelan sambil menangis,

“Aku hamil mas…”, jelas suamiku juga kaget.

Dia diam saja sambil tetap memelukku. Lalu dia menjawab singkat,

“Besok kita ke dokter Merlin”

Aku mengangguk, lalu kami saling berpelukan sampai pagi tiba.

Hari selanjutnya, sore-sore kami berdua menemui dokter Merlin. Setelah dilakukan test, dokter cantik itu memberi selamat pada kami berdua.

“Selamat, Pak dan Bu Ramlan. Anda akan mendapatkan anak ketiga”, kata dokter itu riang.

Kami mengucapkan terimakasih atas ucapan itu, dan sepanjang jalan pulang tidak berkata sepatah kata pun.

Setelah itu suamiku tidak menyinggung masalah itu lagi, bahkan dia memberi tahu pada anak-anak kalau mereka akan punya adik baru. Anak-anak ternyata senang juga karena sudah lama tidak ada anak kecil di rumah. Bagi mereka, adik kecil akan menyemarakkan rumah yang sekarang sudah tidak lagi ada suara anak kecilnya.

Malamnya, setelah tahu aku hamil, suamiku justru menyetubuhiku dengan ganas. Aku tidak tahu apakah dia ingin agar anak itu gugur atau karena dia merasa sangat bernafsu padaku. Yang jelas aku menyambutnya dengan tak kalah bernafsu. Bahkan kami baru tidur menjelang jam 3 dini hari setelah sepanjang malam kami bergelut di atas kasur. Aku tidak tahu lagi bagaimana wujud mukaku malam itu karena sepanjang malam mulutku disodok-sodok terus oleh kontol suamiku, dan dipenuhi oleh muncratan spermanya yang sampai tiga kali membasahi muka dan mulutku.

Aku hampir tidak bisa bangun pagi harinya karena seluruh tubuhku seperti remuk dikerjain suamiku. Untungnya esok itu hari libur, jadi aku tidak harus buru-buru menyiapkan sekolah anak-anak.

Hari-hari selanjutnya berlalu dengan luar biasa, suamiku bertambah hot setiap malam dan aku juga selalu merasa horny. Wah, beruntung juga kalau semua ibu-ibu ngidamnya kontol suami seperti kehamilanku kali ini. Hamil kali ini betul-betul beda dengan kehamilanku sebelumnya yang biasanya pakai ngidam gak karuan. Hamil kali ini justru aku merasa sangat santai dan bernafsu birahi tinggi.

Setiap malam memekku terasa senut-senut, ada atau tak ada suamiku. Kalau pas ada ya enak, aku tinggal naik dan goyang-goyang pinggang. Kalau pas gak ada, aku yang jadi kebingungan dan akhirnya mencari-cari film-film porno di internet. Sesudah itu pasti aku mainin memekku menggunakan pisang, yang jadi langgananku di pasar setiap pagi.

Yang jadi masalah adalah perlukah aku memberi tahu si Haris bahwa aku hamil dari benihnya? Aku tidak berani bertanya pada suamiku. Dia mendukung kehamilanku saja sudah sangat membahagiakanku. Aku menjadi bahagia dengan kehamilan ini. Di luar dugaanku, ternyata kami sekeluarga sudah siap menyambut anggota baru keluarga kami. Itulah hal yang sangat aku syukuri.

Pas bulan puasa, tiba-tiba suamiku melakukan sesuatu yang mengherankan. Dia mengajak Haris untuk membantu bersih-bersih rumah kami. Tentu saja aku senang karena suamiku sudah bisa menerima kejadian waktu itu. Aku senang melihat mereka berdua bergotong-royong membersihkan halaman dan bagian dalam rumah.

Haris dan Mas Ramlan nampak sudah bersikap biasa sebagaimana sebelum kejadian malam itu. Bahkan sesekali Haris kembali menginap di gazebo kami, karena kami merasa sepi juga tanpa kehadiran anak-anak. Si Febri semakin sibuk dengan urusan kampusnya, sementara si Ali hanya pada malam hari saja menunjukkan mukanya di rumah.

Semenjak itu, suasana di rumah kami menjadi kembali seperti sediakala. Tetap saja gazebo depan rumah sering ramai dikunjungi orang. Cuma sekarang Haris tidak pernah lagi menginap di sana. Mungkin karena hampir ujian, jadi dia harus banyak belajar di rumah.

Beberapa bulan kemudian, tubuhku mulai berubah. Perutku mulai terlihat membuncit, kedua payudara membesar. Memang kalau hamil, aku selalu mengalami pembengkakan pada kedua payudaraku dan hormonku membuatku selalu bernafsu.

Mas Ramlan pun seolah-olah ikut mengalami perubahan hormon. Nafsu seksnya semakin menggebu melihat perubahan di tubuhku. Kalau pas di rumah, setiap malam kami bertempur habis-habisan. Gawatnya, payudaraku yang memang sebelumnya sudah besar menjadi bertambah besar. Semua bra yang kucoba sudah tidak muat lagi, padahal bra yang kupakai adalah ukuran terbesar yang ada di toko. Kata yang jual, aku harus pesan dulu untuk membeli bra yang pas di ukuran dadaku sekarang.

Akhirnya aku nekat kalau di rumah jarang memakai bra, kecuali kalau keluar. Itupun aku menjadi tersiksa karena pembengkakan payudaraku. Aku menjadi seperti mesin seks, dadaku besar dan pantatku membusung, seolah tak pernah puas dengan bercinta setiap malam. Suamiku mengimbangiku dengan nafsunya yang juga bertambah besar.

Haris akhirnya tahu juga kehamilanku, dia sering curi-curi pandang melihat perutku yang mulai membuncit. Aku tidak tahu, apakah dia sadar kalau anak dalam kandunganku adalah hasil dari perbuatannya. Yang jelas, Haris menjadi sangat perhatian padaku. Setiap sore dia ke rumah untuk membantu apa saja.

Pada suatu malam, Mas Ramlan harus pergi dinas ke luar kota. Malam itu kami membiarkan Haris sampai malam di rumah kami, sambil membantu menjaga rumah. Aku harus ikut pengajian dengan ibu-ibu kampung. Jam setengah sepuluh malam aku baru pulang. Sampai di rumah, aku lihat Haris masih mengerjakan tugas sekolahnya di ruang tamu.

“Riss, Ali sudah pulang?”, tanyaku sambil menaruh payung karena malam itu hujan turun cukup deras.

“Belum Bu”

Aku lalu menelpon anak itu, ternyata dia sedang mengerjakan tugas di rumah temannya. Aku percaya dengan Ali, karena dia tidak seperti anak-anak yang suka hura-hura. Dia tipe anak yang sangat serius dalam belajar. Apalagi sekolahnya adalah sekolah teladan di kota kami. Jadi kubiarkan saja dia menginap di rumah temannya itu.

Aku lalu berkata ke Haris,

“Kamu nginap sini aja ya, aku takut nih, hujan deres banget dan Mas Ramlan gak pulang malam ini”

Memang aku selalu gak enak hati kalau cuaca buruk tanpa mas Ramlan. Takutnya kalau ada angin besar dan lampu mati. Apalagi kami sudah tidak ada lagi masalah dengan kejadian waktu itu.

“Iya bu, sekalian aku ngerjain tugas di sini”, jawab Haris.

Aku melepas kerudungku dan duduk di depan tivi di ruang keluarga. Agak malas juga aku ganti daster, dan juga ada si Haris, gak enak kalau dia nanti keingat kejadian dulu. Sambil masih tetap pakai baju muslim panjang aku menyelonjorkan kakiku di sofa, sementara si Haris masih sibuk mengerjakan kalkulus di ruang tamu.

Bajuku baju panjang terusan, agak gerah juga karena baju panjang itu, akhirnya aku masuk kamar dan melepas bra yang menyiksa payudara bengkakku. Aku juga melepas cd ku karena lembab yang luar biasa di celah memekku. Maklum ibu hamil, kalau kalian lihat aku malam itu mungkin kalian juga bakalan nafsu deh, hahaha. Soalnya walaupun pakai baju panjang, tapi seluruh lekuk tubuhku pada keliatan karena pantat dan payudaraku memang membesar.

Acara tivi gak ada yang menarik, akhirnya aku ingat untuk membuatkan Haris minuman. Sambil membawa kopi ke ruang tamu aku duduk menemani anak itu.

“Wah… makasih Bu… kok repot-repot ?”, katanya sungkan.

“Gak papa kok”

Aku duduk di depannya sambil tak sengaja mengelus perutku. Haris malu-malu melihat perutku.

“Bu, udah berapa bulan ya ?”, tanyanya kemudian sambil meletakkan penanya.

“Menurutmu berapa bulan ? Masa nggak tahu ?”, tanyaku iseng menggodanya.

Tiba-tiba mukanya memerah, Haris lalu menunduk malu.

“Ya nggak tahu bu… saya bisa tahu darimana bu ?”, jawabnya tersipu.

Tiba-tiba aku sangat ingin memberi tahunya, kabar gembira yang sewajarnya juga dirasakan oleh bapak kandung dari anak dalam kandunganku ini. Dengan santai aku menjawab,

“Lah bapaknya masak gak tahu umur anaknya ?”

Haris kaget, gak menyangka aku akan menjawab sejelas itu. Dia langsung gelagapan, hehehe. Apa yang kau harap dari seorang anak ingusan yang tiba-tiba akan menjadi bapak? Wajahnya melongo menatapku takut-takut. Dia tidak tahu akan menjawab apa. Aku jadi tambah ingin menggodanya.

“Kamu sih bapak yang gak bertanggung jawab. Sudah menghamili pura-pura tidak tahu lagi”, kataku sambil melirik menggodanya.

Aku mengelus-elus perutku, geli juga lihat wajah Haris saat itu. Antara kaget dan bingung serta perasaan-perasaan yang tidak dimengertinya.

“Aku… eee… maaf, Bu… aku tidak tahu…”, Haris menyeka keringat dingin di dahinya.

“Memangnya kamu tidak suka anak dalam perutku ini anakmu ?”, tanyaku.

“Eh… aku suka banget, Bu… Aku seneng…”, Haris benar-benar kalut.

“Ya udah… kalau benar-benar seneng, sini kamu rasakan gerakannya”, kataku manja sambil mengelus perutku.

“Boleh Bu aku pegang ?”, tanyanya khawatir.

“Ya sini, kamu rasakan aja. Biar kalian dekat”

Perutku terlihat sangat membuncit karena baju muslim yang kupakai hampir tidak muat menyembunyikan bengkaknya.

Haris bergeser dan duduk di sebelahku, matanya menunduk melihat ke perutku. Dengan takut-takut tangannya menuju ke perutku. Dengan tenang kupegang tangan itu dan kudaratkan ke bukit di perutku. Sebenarnya aku berbohong, karena umur begitu gerakan bayi belum terasa, tapi Haris mana tahu. Dengan hati-hati dia meletakkan telapaknya di perutku.

“Maaf ya bu”, ijinnya.

Aku membiarkan telapaknya menempel ketat di perutku. Dia diam seolah-olah mencoba mendengar apa yang ada di dalam rahimku. Aku merasa senang sekali karena biar bagaimanapun anak ingusan ini adalah bapak dari anak dalam kandunganku ini.

“Kamu suka punya anak Riss ?”, tanyaku.

“Aku suka sekali Bu, punya anak dari Ibu. Ohh… Bu, maafkan saya ya Bu”, jawab Haris hampir tak kedengaran.

Tangannya gemetar di atas perutku. Haris terlihat sangat kebingungan, tak tahu harus berbuat apa.

Aku juga ikut bingung, dengan perasaan campur aduk. Antara bahagia, binggung, geli, dan macam-macam rasa gak jelas.

Jangan Lupa Baca Juga : Cerita Sex Perawan Kang Ji Hyun Gadis Koreaku.

Tiba-tiba dadaku berdebar-debar menatap anak muda itu. Anak itu sendiri masih takut-takut melihat mukaku. Kami berdua tiba-tiba terdiam tanpa tahu harus melakukan apa. Tangan Haris terdiam di atas perutku.

“Riss, gimana perasaanmu lihat ibu-ibu yang lagi bengkak-bengkak kayak aku ?”, tanyaku memecah kesunyian.

“Saya suka sekali Bu…”, jawabnya.

“Kenapa?”

“Ibu jadi makin cantik”, jawabnya dengan muka memerah.

“Ihh… cantik dari mana ? Aku kan udah tua, dan lagian sekarang badanku kayak gini…”, jawabku.

Haris mengangkat wajahnya pelan dan menatapku malu-malu.

“Gak kok, Ibu tetep cantik banget…”, jawabnya lirih.

Tangannya mulai mengelus-elus perutku lagi. Aku merasa geli, yang tiba-tiba jadi sedikit horny. Apalagi tadi malam Mas Ramlan belum sempat menyetubuhiku.

“Kok waktu itu kamu tegang ngintip aku sama Mas Ramlan ?”, tanyaku manja.

Mukaku memerah, aku benar-benar bernafsu. Aneh juga, anak kecil ini pun sekarang membuatku pengen disetubuhi. Apa yang salah dengan diriku?

“Aku nafsu lihat badan Ibu…”, kali ini Haris menatap wajahku.

Mukanya merah, jelas dia bernafsu. Aku tahu banget muka laki-laki yang nafsu lihat aku.

“Kalau sekarang, masa masih nafsu juga ? Aku kan sudah membukit kayak gini”

Haris blingsatan.

“Sekarang masih iya bu…”, jawabnya sambil membetulkan celana.

“Idiiih…. mana, coba lihat ?”, godaku.

Haris makin berani, tangannya gemetar membuka celananya. Dari dalam celananya tersembul keluar sebatang kontol jauh lebih kecil dari punya suamiku. Yang jelas, kontol itu sudah sangat tegang.

“Wah, kok sudah tegang banget. Pengen lihat anakmu ya ?”, godaku.

Haris sudah menurunkan semua celananya, tapi dia tidak tahu harus melakukan apa. Lucu lihat kontol kecil itu tegak menantang. Aku sudah sangat horny, memekku sudah mulai basah. Tak tahu kenapa bisa senafsu itu dekat dengan anak SMP ini, dengan gemesnya aku pegang kontol Haris.

“Mau dimasukin lagi ?”, tanyaku gemetaran.

“Iya bu.. mau banget !”

Tanpa menunggu lagi aku menaikkan baju panjangku dan mengangkangkan kakiku. Segera memekku terpampang jelas di depan Haris. Rambut hitam memekku serasa sangat kontras dengan kulit putihku. Segera kubimbing kontol anak itu ke dalam lobang memekku. Haris mengerang pelan, matanya terbeliak melihat kontolnya pelan-pelan masuk ditelan oleh memekku.

“Ohhhh… Buuu…”, desisnya.

Bless !! Segera kontol itu masuk seluruhnya ke dalam lobang memekku. Aku sendiri merasakan kenikmatan yang aneh. Entah kenapa, aku sangat ingin mengisi memekku dengan kontol kecil itu.

“Diemin dulu di dalam sebentar, biar kamu gak cepat keluar”, perintahku.

“I…iya Bu…”, erangnya.

Haris mendongakkan kepalanya menahan kenikmatan yang luar biasa baginya. Sengaja pelan-pelan kuremas kontol itu dengan memekku, sambil kulihat reaksinya.

“Ohhh…”, Haris mengerang sambil mendongak ke atas.

Kubiarkan dia merasakan sensasi itu, pelan-pelan tanganku meremas pantatnya. Haris menunduk menatap wajahku di bawahnya. Pelan-pelan dia mulai bisa mengendalikan diri, tampak nafasnya mulai agak teratur. Kupegang leher anak itu dan kuturunkan mukanya. Muka kami semakin berdekatan, lalu bibirku lalu mencium bibirnya. Cerita Seks

“Ssshhh…”, kami berdua melenguh, lalu saling mengulum dan bermain lidah.

Tangannya meremas dadaku, aku merasakan kenikmatan yang tiada tara. Segera kuangkat sedikit pantatku untuk merasakan seluruh kontol itu semakin ambles ke dalam memekku.

“Riss, ayo gerakin maju mundur pelan-pelan…”, perintahku.

Haris mulai memaju-mundurkan pantatnya. Kontolnya walaupun kecil, kalau sudah keras ternyata begitu nikmat sekali di dalam memekku, sekarang aku mengerang-erang. Memekku sudah basah sekali, banjir mengalir sampai ke pantatku, bahkan mengenai sofa ruang tamu. Aku mengarahkan tangan Haris untuk meremas-remas payudaraku lagi. Dengan hati-hati dia berusaha tidak mengenai perutku karena takut akan menyakiti kandunganku. 

“Ohhh… aku sudah sangat bernafsu !”, kataku dalam batinku.

Sekitar 15 menit Haris memaju-mundurkan pantatnya. Aku tidak mengira dia sekarang sekuat itu. Mungkin dulu dia panik dan belum terbiasa. Aku tiba-tiba merasakan orgasme yang luar biasa.

“Ohhhh…”, teriakku.

Tubuhku melengkung ke atas, Haris terdiam dengan tetap menancapkan kontolnya dalam memekku.

“Aku sampai Risssss…”, kataku terengah-engah.

Sambil tetap membiarkan kontolnya di dalam memekku, aku memeluk pria kecil itu. Badannya penuh keringat, kami terdiam selama beberapa menit sambil berpelukan. Kontol Haris masih keras dan tegang di dalam memekku.

“Riss, pindah ke kamar yuk”, ajakku.

Haris menjawab dengan menganggukkan kepala. Dicabutnya penisnya dan berdiri di depanku. Aku ikut berdiri gemetar karena dampak dari orgasme yang menggebu-gebu barusan. Kemudian aku membimbing tangan anak itu, membawanya ke kamarku.

Di dalam, aku meminta dia melepaskan bajuku karena agak repot melepas baju muslim panjang ini. Di depan pemuda itu aku kini telanjang bulat, Haris juga melepas bajunya. Sekarang kami berdua telanjang dan saling berpelukan. Aku lihat kontolnya masih tegak mengacung ke atas. Aku rebahkan pemuda itu di kasur, lalu aku naik ke atas dan kembali memasukkan kontolnya ke memekku. Kali ini aku yang menggenjotnya maju mundur. Tangan Haris meremas-remas susuku.

“Ohh, nikmat sekali”

Kontol kecil itu benar-benar hebat, dia berdiri tegak terus tanpa mengendor sedikit pun. Aku sengaja memutar-mutar pantatku supaya kontol itu cepat muncrat. Tapi tetap saja posisinya sama. Aku kembali orgasme, bahkan sampai dua kali lagi.

Orgasme ketiga aku sudah didera kelelahan yang luar biasa. Aku peluk pemuda itu dan kupegang kontolnya yang masih tegak mengacung. Kami berpelukan di tengah ranjang yang biasa kupakai bercinta dengan suamiku.

“Aduuuh, Riss… kamu kuat juga ya. Kamu masih belum keluar ya ?”

“Gak papa Bu…”, jawabnya pelan.

Tiba-tiba aku punya ide untuk membantu Haris. Kuraih kontol kecil itu dan kembali kumasukkan dalam memekku. Kali ini kami saling berpelukan sambil berbaring bersisian.

“Riss… Ibu udah lelah banget. Kontolmu dibiarin aja ya di dalam, sampai kamu keluar…”, bisikku.

Haris mengangguk, dan kami kembali berpelukan bagai sepasang kekasih. Memekku berkedut-kedut menerima kontol itu, kubiarkan banjir mengalir membasahi memekku. Haris juga membiarkan kontolnya tersimpan rapi dalam memekku. Karena kelelahan, aku tertidur dengan sebatang kontol ada di dalam memekku.

Gak tahu berapa jam aku tertidur dengan kontol Haris masih tertanam dalam-dalam, ketika jam 1 malam tiba-tiba hapeku menerima sms. Aku terbangun dan melihat Haris masih menatap wajahku sambil membiarkan kontolnya diam dalam memekku.

“Aduh, Riss… Kamu belum bisa bobok ? Aduuuh, soriiii ya…”, kataku sambil meremas kontolnya dengan memekku.

“Gak papa kok Bu. Aku seneng banget di dalam…”, kata Haris.

Tanpa merubah posisi aku meraih hp yang ada di meja samping ranjang. Kubuka sms, ternyata dari Mas Ramlan:

“Hai Say, udah bobok ? Kalau belum, aku pengen telp”

Aku segera balas:

“Baru terbangun, telp aja, kangen…”

Segera setelah kubalas sms, Mas Ramlan menelponku. Aku menerima teleponnya sambil berbaring dan membiarkan kontol Haris tetap berada di dalam memekku.

“Hei… Sorii ganggu, udah bobok belum ?”, tanyanya.

“Gak papa Mas, kangen… Kapan jadinya balik ?”, tanyaku.

“Lusa Dik, ini aku masih di jalan. Lagi ada pembekalan masyarakat. Gimana anak-anak ?”

“Hmmm…“, aku agak menggeliat.

Haris memajukan pantatnya, takut lepas kontolnya dari memekku. Aku meletakkan jariku di bibirnya agar dia tak bersuara. Haris mengangguk sambil tersenyum.

“Baik, mereka oke-oke saja kok. Udah pada makan dan bobok nyenyak dari jam 9 tadi. Aku kangen, mas…”

“Sama… pengen nih”, kata suamiku.

“Sini, mau di mulut apa di bawah ?”, tanyaku nakal.

“Mana aja boleh”

“Nih, pakai mulutku aja. Udah lama gak dikasih. Udah gatel, hihi…”, godaku.

“Aduh Dik. Aku lagi di kampung sepi. Malah jadi kangen sama kamu. Gimana hayooo ?”, rengek suamiku.

Kami memang biasa saling terbuka soal kebutuhan seks kami.

“Kocok aja Mas. Aku juga mau”, kataku manja.

Kemudian aku menggeser Haris agar menindih di atas tubuhku. Sambil tanganku menutup hp, aku berbisik ke Haris,

“Sekarang kamu genjot aku sekencang-kencangnya sampai keluar ya. Sekuat-kuatnya !”

Haris mengangguk. Aku lalu menjawab telepon suamiku lagi,

“Ayo mas, buka celananya…”

Aku mengambil cd milikku yang ada di samping ranjang lalu kujejalkan ke mulut Haris. Haris tahu maksudku agar dia tidak bersuara.

“Oke Dik. Aku sudah menghunus kontolku…”

Sambil menjawab mesra, aku menekan pantat Haris agar segera memaju-mundurkan kontolnya dalam memekku. Haris segera membalasnya dan mulai menggenjotku. Aku menyuruhnya untuk menurunkan kakinya ke samping ranjang sehingga perutku tidak tertindih badannya. Sementara aku mengangkang dengan dua kakiku terangkat ke samping kiri dan kanan badan pemuda abg itu.

Ohhh, Ya Tuhan. Bagai kesetanan, Haris menggenjotku seperti yang kuperintahkan. Aku mengerang-erang, begitu juga suamiku.

“Mas, aku masturbasi kesetanan ini… pengen banget ! Kamu kocok kuat-kuat yaaa… ahhh… !!”

“Iyaah… oohhh, untung aku bawa cdmu, buat ngocok nih…. ohhhhh…!!”, erang suamiku.

Tak kalah hebatnya, Haris terus menggasak memekku dengan tanpa kompromi. Badan kurusnya maju mundur secepat bor listrik. Aku mengerang-erang tidak karuan, suara memekku berdecit-decit karena banjir dan gesekan dengan kontol Haris.

Benar-benar gila malam ini, aku sudah tidak ingat lagi berapa lama aku digenjot Haris. Suaraku penuh nafsu bertukar kata-kata mesra dengan suamiku. Haris seolah-olah tak pernah lelah, tubuhnya sudah banjir keringat. Stamina mudanya benar-benar membanggakan. Keringat juga membanjiri tubuhku, sementara suara suamiku juga meraung-raung kenikmatan, semoga kamar dia di perjalan dinas itu kamar yang kedap suara.

Beberapa saat kemudian aku kehabisan tenaga, kuminta Haris untuk berhenti sejenak. Pemuda itu nampak terengah-engah sehabis menggenjotku habis-habisan.

Setelah itu kami melanjutkan permainan kami, Haris dengan kuatnya menggenjotku habis-habisan. Aku tak tahu lagi apa yang keceracauan di telepon, tapi nampaknya suamiku juga sama saja. Beberapa saat kemudian aku dan suamiku sama-sama berteriak, kami sama-sama keluar.

Aku terengah-engah mengatur nafasku, lalu suamiku memberi salam mesra dan ciuman jarak jauh. Kami betul-betul terpuaskan malam ini, setelah ngobrol-ngobrol singkat, suamiku menutup teleponnya.

Di kamarku, Haris masih menggenjotku pelan-pelan, rupanya dia belum keluar. Wah gila, aku kawatir jepitanku mungkin sudah tidak mempan untuk kontolnya yang masih tumbuh. Kubiarkan kontol pemuda itu mengobok-obok memekku.

Tiba-tiba kudorong Haris, sehingga lepas kontol dari memekku, dia melenguh kecewa. Lalu aku tarik dia naik ke tempat tidur dan aku segera menungging di depannya. Haris tahu maksudku, dia segera mengarahkan kontolnya ke memekku. Tapi segera kupegang kontol itu dan kuarahkan ke lobang yang lain. Pantatku ! Mungkin di sanalah kontol Haris akan dijepit dengan maksimal, pikirku tanpa pertimbangan.

Haris sadar apa yang kulakukan, lalu isodokkannya kontolnya ke lobang pantatku. Tapi lobang itu ternyata masih terlalu kecil bahkan buat kontol Haris. Aku berdiri dan menyuruhnya menunggu, lalu aku turun dan mengambil jelly organik dari dalam rak obat di kamar mandi. Dengan setia Haris menunggu dengan kontol yang juga setia mengacung. Jelly itu kuoleskan ke seluruh kontol Haris, dan sebagian kuusap-usapkan ke sekitar lobang pantatku. Kembali aku menunggingkan pantatku, dengan sigap Haris mengarahkan kontolnya kembali dan pelan-pelan lobang itu berhasil diterobosnya.

“Ohhhhh…”, desisku.

Sensasinya sangat luar biasa, pelan-pelan kontol itu menyusup di lobang yang sempit itu.

“Aaughhh…”, Haris mengerang keras.

Setengah perjalanan, kontol itu berhenti. Baru separo yang masuk, Haris terengah-engah, begitu juga aku.

“Pelan-pelan, Riss…”, bisikku.

Haris memegangi bongkahan pantatku dan kembali menyodokkan kontolnya ke lobangku. Dan akhirnya seluruh kontol itu masuk dalam lobang pantatku.

“Ohhh, Tuhan… rasanya sangat luar biasa, antara sakit dan nikmat yang tak terceritakan”, erangku.

Kami berdiam beberapa menit, membiarkan lobangku terbiasa dengan kontol itu. Setelah itu Haris mulai memaju-mundurkan pinggangnya. Rasanya luar biasa, pengalaman baru yang membuatku ketagihan.

Beberapa saat kemudian, Haris mengerang-erang keras. Dia memaksakan menggejot pantatku dengan cepat, tapi karena sangat sempit, genjotannya jadi tidak bisa lancar. Kemudian,

“Oohhhh…”, Haris memuncratkan spermanya dalam pantatku !!

“Crooooott… crooooott… crooooott…”

Aku tersungkur dan Haris terlentang ke belakang. Muncratannya sebagian mengenai punggungku, kami sama-sama terengah-engah dan didera kelelahan yang luar biasa. Aku membalikkan tubuhku dan memeluk Haris yang terkapar tanpa daya. Kami berpelukan dengan telanjang bulat sepanjang malam.

Esoknya, aku bangun jam 6 pagi, sedangkan Haris masih ada dalam pelukanku. Oh, Tuhan. Untung aku mengunci pintu kamar. Mbok Suti, tetangga yang biasa bantuin ngurusin anak-anak, sudah terdengar suaranya di belakang.

Oh.. apa yang sudah kulakukan tadi malam? Aku benar-benar tidak habis pikir. Kalau malam waktu itu benar-benar hanya sebuah kecelakaan. Tapi malam ini, aku dan Haris benar-benar melakukannya dengan penuh kesadaran. Apa yang kulakukan pada anak abg ini? Aku jadi gelisah memikirkannya, aku takut membuat anak ini menjadi anak yang salah jalan. Rasa bersalah itu membuatku merasa bertambah sayang pada anak kecil itu. Kurangkul kembali tubuh kecil itu dan kuciumin pipinya. Tubuh kami masih sama-sama telanjang.

Aku lihat si Haris masih nyenyak tidur. Mukanya nampak manis sekali pagi itu. Aku mengecup pipi anak itu dan membangunkannya.

“Riss, bangun. Kamu sekolah kan ?”, bisikku.

Haris nampak kaget dan segera duduk.

“Oh Bu… maaf, aku kesiangan”, katanya gugup.

“Gak papa Riss, aku yang salah mengajakmu tadi malam”, kami berpandangan.

“Maaf Bu… Aku benar-benar tidak sopan”

“Lho, kan bukan kamu yang mengajak kita tidur bersama. Aku yang salah Riss…”, bisikku pelan.

Haris menatapku,

“Aku sayang sama Ibu…”, katanya pelan.

“Riss, kamu punya pacar?”

“Belum bu”

“Kamu janji ya jangan cerita-cerita ke siapa-siapa soal kita”

“Iya bu, gak mungkinlah”

“Aku takut kamu rusak karena aku”

“Gak kok Bu. Aku sayang sama Ibu”

“Kamu jangan melakukan ini ke sembarang orang ya”, kataku khawatir.

“Tidak Bu, aku bukan cowok seperti itu. Tapi kalau sama Ibu, masih boleh kan ?”, katanya pelan.

Tiba-tiba aku sangat ingin memeluk anak ini.

“Aku juga sayang kamu Riss… Sini Ibu peluk”

Haris mendekat dan kami berpelukan sambil berdiri. Tangannya merangkul pinggangku dan aku memegang pantatnya. Kami berpelukan lama dan saling berpandangan, lalu bibir kami saling berpagutan. Gila, aku benar-benar serasa berpacaran dengan anak kecil ini. Mulut kami saling bergumul dengan panasnya.

Aku lihat kontol anak itu masih tegak berdiri, mungkin karena efek pagi hari. Tanganku meraih kontol itu dan mengocoknya pelan-pelan. Aku berpikir cepat, karena pagi ini Haris harus sekolah, aku harus segera menuntaskan ketegangan kontol itu.

Maka aku segera membalikkan tubuhku dan berpegangan pada meja rias. Sambil melihat Haris lewat cermin, aku menyuruhnya,

“Riss… kamu pakai jelly itu lagi. Cepat masukin lagi kontolmu ke pantat Ibu”

Haris buru-buru melumasi kontolnya, lalu menyorongkan kontolnya kebongkahan pantatku. Dari cermin aku dapat melihat muka dan badanku sendiri. Ohh… agak malu juga aku melihat tubuhku yang mulai membengkak di sana-sini, tapi masih penuh dengan nafsu birahi.

“Cepat Riss, nanti kamu terlambat sekolah”, perintahku.

Sambil memeluk perutku, Haris mendorong kontolnya masuk ke lobang pantatku. Lobang yang semalam sudah disodok-sodok itu segera menerima kontol yang mengeras itu.

Segera kami sudah melakukan persetubuhan lagi. Aku dapat melihat adegan seksi itu lewat cermin, di mana mukaku terlihat sangat bernafsu dan juga muka Haris yang mengerang-erang di belakangku.

“Ayo Riss… sodok yang kuat !”

“I…iya Bu…”

“Terusss… lebih cepat !”

Sodokan-sodokan Haris semakin bersemangat. Lobang pantatku semakin elastis menerima kontol imutnya. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Tidak berapa lama kemudian kami berdua sama-sama mencapai puncak kenikmatan. Haris membiarkan cairan spermanya meluncur deras dalam pantatku. Kami sama-sama terengah-engah menikmati puncak yang barusan kami daki.

“Ohhh…”, Sejenak kemudian aku lepaskan pantatku dari kontolnya.

“Udah Riss… Sana kamu mandi, pulang. Nanti kamu terlambat lho sekolahnya”, kataku sambil tersenyum.

Haris mencari-cari pakaiannya. Tiba-tiba kami sadar kalau celana Haris ada di ruang tamu. Aku suruh si Haris nunggu di kamar, sementara aku segera berpakaian dan keluar ke ruang tamu. Moga-moga belum ada yang menemukan celana itu. Untungnya celana itu teronggok di bawah sofa dan terselip sehingga Mbok Imah yang biasanya sibuk dulu menyiapkan sarapan belum sempat membereskan ruang tamu. Celana itu segera kuambil dan kubawa ke kamar. Si Haris yang tadinya nampak panik, kini berubah tenang.

Setelah memakai celananya, Haris kusuruh cepat-cepat keluar ke ruang tamu dan mengambil tas belajarnya yang semalam tergeletak di meja, setelah itu dia pamit pulang.

Aku sendiri segera mandi, aku merasakan sedikit perih di bagian lobang pantatku. Baru kali ini lobang itu menjadi alat seks, itupun justru dengan anak kecil yang belum tahu apa-apa. Ada sedikit rasa sesal, tapi segera kuguyur kepalaku untuk menghilangkan rasa gundah di dadaku.

Sorenya Haris kembali main ke rumah, dia sibuk membereskan buku-buku di gazebo kami.

Malam itu Haris tidur lagi di kamarku, mas Ramlan baru akan pulang besok harinya. Selama berjam-jam kami kembali bercinta dan kami saling berpelukan dan berbagi kasih selayaknya sepasang kekasih. Tapi sebelum jam 1, aku suruh Haris untuk segera tidur, karena aku khawatir sekolahnya akan terganggu karena aktivitasku.

“Riss… tadi kamu di sekolah gimana ?”, bisikku setelah kami selesai ronde ketiga sambil berpelukan dengan mesra di tengah ranjang.

“Biasa aja Bu”

“Kamu gak kelelahan atau ngantuk di sekolah ?”

“Iya Bu, sedikit. Tapi gak papa, aku tadi sempat tidur siang”

“Aku takut menganggu sekolahmu”

“Gak kok Bu. Tadi aku bisa ngikutin pelajaran”

“Okelah kalau gitu. Tapi setelah ini kamu tidur ya, gak usah diterusin dulu”

“Iya Bu”

“Besok Mas Ramlan pulang, kamu gak bisa nginap disini”

“Iya Bu. Tapi kapan-kapan saya siap menemani Ibu di sini”

“Yee…. maunya. Ya gak papa”, kataku sambil mencubit pinggangnya.

“Aku mau jadi pacar Ibu”

“Lohh… aku khan sudah bersuami?”

“Ya gak papa, jadi apa saja deh”

“Aku justru kasihan sama kamu. Besok-besok kalau kamu udah siap, kamu cari pacar yang bener ya?”

“Iya Bu. Aku tetap sayang sama Ibu. Mau dijadiin apa saja, saya juga mau”

“Idihh… ya udah, bobok yuk !”, kataku kelelahan.

Kami tidur berpelukan sampai pagi. Setelah malam itu, aku semakin sering bercinta dengan Haris. Kapan pun ada kesempatan, kami berdua akan melakukannya. Haris sangat memperhatikan bayi dalam kandunganku. Setiap ada kesempatan, dia menciumi perutku dan mengelus-elusnya. Kasihan juga aku lihat anak kecil itu sudah merasa harus jadi bapak. Herannya, aku juga kecanduan dengan kontol kecil anak ini. Padahal aku sudah punya kontol yang jauh lebih besar dan tersedia untukku.

Bayangkan, beda usiaku dengan Haris mungkin sekitar 27 tahun. Bahkan anak itu lebih cocok menjadi adik anak-anakku. Tapi hubungan kami bertambah mesra seiring usia kehamilanku yang semakin membesar. Haris bahkan sering ikut menemaniku ke dokter tatkala suamiku sedang dinas keluar. Haris semakin perhatian padaku dan anak dalam kandunganku. Kami sangat bahagia karena bayi dalam kandunganku berada dalam kondisi sehat.

Aku selalu mengingatkan Haris untuk tetap fokus pada sekolahnya, dan jangan terlalu memikirkan anaknya. Yang paling tidak bisa dicegah adalah, Haris semakin lama semakin kecanduan lobang pantatku, lama-lama aku juga merasakan hal yang sama. Seolah-olah lobang pantatku menjadi eksklusif milik Haris, sementara lobang-lobangku yang lain dibagi antara Haris dan suamiku. Sampai sekarang, suamiku tidak pernah tahu kalau pantatku sudah dijebol oleh Haris.

Lama-lama aku khawatir juga dengan cerita tentang hubungan kelamin lewat pantat dapat menimbulkan berbagai penyakit, termasuk AIDS. Aku akhirnya menyediakan kondom untuk Haris kalau dia minta lobang pantatku, dan Haris sih oke-oke saja.

Dia juga khawatir, walaupun dia sangat senang ketika masuk ke lubang pantatku.

Untung aku dan suamiku juga kadang-kadang memakai kondom, sehingga aku tidak canggung lagi membeli kondom di apotik. Bahkan aku sering mendapat kondom gratis dari kelurahan.

Mungkin karena masih masa pertumbuhan dan sering kupakai, aku melihat lama kelamaan kontol Haris juga mengalami pembesaran. Kontol yang semakin berpengalaman itu tidak lagi seperti kontol imut pada waktu pertama kali masuk ke memekku, tapi sudah menjelma menjadi kontol dewasa dan berurat ketika tegang. Aku sadar, kalau aku adalah salah satu sebab dari pertumbuhan instant dari kontol Haris. Kekuatan kontolnya juga semakin luar biasa. Dia tidak lagi gampang keluar, bahkan kalau dipikir-pikir, dia mungkin lebih kuat dari suamiku.

Karena perutku semakin membesar, aku jadi sering memakai celana legging yang lentur dan baju kaos ketat yang berbahan sangat lentur. Kalau di rumah aku bahkan hanya pakai kaos panjang tanpa bawahan. Orang pasti mengira aku selalu pakai cd, padahal sering aku malas memakainya. Entah karena bawaan ibu hamil atau karena nafsu birahiku yang semakin gila.

Waktu ibu Haris mau naik haji, aku ikut sibuk dengan ibu-ibu kampung untuk mempersiapkan pengajian haji. Biasalah, kalau mau naik haji pasti hebohnya minta ampun. Aku termasuk dekat dengan ibu Haris. Namanya bu Sumi, yang biasa dipanggil Bu Sum. Karena keluarga Haris termasuk keluarga yang terpandang di desa kami, maka acara pengajian itu menjadi acara yang besar-besaran. Banyak ibu-ibu yang ikut sibuk di rumah Bu Sum. Kalau aku ke sana aku lebih sering karena ingin ketemu Haris.

Acara pengajian dan keberadaan Mas Ramlan di rumah bu Sum membuat kesempatanku bertemu dengan Haris menjadi sangat terbatas. Sudah lama Haris tidak merasakan lobang pantatku, aku sendiri bingung bagaimana mencari kesempatan untuk ketemu Haris. Walaupun aku sering pergi ke rumahnya dan kadang-kadang juga diantar Haris untuk berbelanja sesuatu untuk keperluan pengajian, tapi tetap saja kami tidak punya kesempatan untuk bercinta. Akhirnya pada saat pengajian besar itu aku mendapatkan ide.

Sorenya, segera kutelepon Haris menggunakan telepon rumah, karena aku sangat hati-hati memakai hp, apalagi untuk urusan Haris.

“Assalamu’alaikum, Bu. Ini Bu Ziah. Gimana Bu persiapan nanti malam, sudah beres semua ?”

“Oh Bu Ziah. Sudah Bu. Nanti datangnya agak sorean ya, bu. Kalau gak ada Ibu, kita bingung nih”, jawab Bu Sum.

“Iya beres, Bu. Saya sama Bu Ratna sudah janjian setelah maghrib langsung kesitu. Haris ada, Bu Sum ?”

“Ada Bu, sebentar ya”

Setelah Haris yang memegang telepon, aku segera bilang,

“Riss, nanti malam kamu pake celana yang bisa dibuka depannya ya”, kataku pelan.

“Iya Bu”, jawab Haris agak bingung.

“Terus kamu pakai kondom ya…”

Haris mengangguk lagi, dan telepon segera kututup.

Malam itu pengajian dilangsungkan dengan besar-besaran, sehingga halaman RW kami yang luas hampir tidak bisa menampung jama’ah yang datang dari seluruh penjuru kota. Bu Sum memang tokoh yang disegani masyarakat dan aku datang bersama ibu-ibu RT. Aku memakai kerudung, dengan baju atasan longgar yang menutup sampai bawah pinggang. Bawahannya aku memakai legging ketat, karena memang lagi biasa dipakai ibu-ibu pada saat ini. Apalagi aku lagi hamil, pasti orang-orang pada maklum akan kondisiku.

Yang tidak biasa adalah bahwa aku tidak memakai apapun di balik celana leggingku. Sengaja aku tinggalkan cd-ku di rumah, karena aku punya sebuah ide untuk Haris.

Setelah semua urusan kepanitiaan beres, aku segera bergabung dengan ibu-ibu jama’ah pengajian. Tapi kemudian aku dan beberapa ibu yang lain pindah ke halaman, karena lebih bebas dan bisa berdiri. Hanya saja halaman itu sudah sangat penuh dan berdesak-desakan. Justru aku memilih tempat yang paling ramai oleh pengunjung. Di kejauhan aku melihat Haris dan memberinya kode untuk mengikutiku.

Haris beranjak menuju ke arahku, sementara aku mengajak Bu Ratna untuk ke sebuah lokasi di bawah pohon di lapangan RW. Lokasi itu agak gelap karena bayangan lampu tertutup rindangnya pohon. Walaupun demikian, banyak anggota jama’ah di situ yang berdiri berdesak-desakan.

“Kita sini aja Bu, kalau Ibu mau. Tapi kalau ibu keberatan, silahkan Ibu pindah ke sana”, kataku pada Bu Ratna.

“Gak papa Bu, di sini lebih bebas. Bisa bolos kalau udah kemaleman, hahaha…”, kata Bu Ratna.

“Iya ya. Biasanya pengajian ginian bisa sampai jam 12 lho”

Kami lalu bercakap-cakap dengan seru sambil mendengarkan pengajian. Ternyata di sebelah Bu Ratna adan Bu Mita yang juara ngerumpi. Kami segera terlibat pembicaraan serius sambil sekali-kali mendengarkan ceramah kalau pas ada cerita-cerita lucu. Kami berdiri agak di barisan tengah, Bu Ratna dan Bu Mita mendapat tempat duduk di sebelahku.

“Bu, monggo kalau mau duduk”, tawarnya padaku.

“Wah, gak usah, Bu. Saya lebih suka berdiri gini aja”, jawabku.

Padahal aku sedang menunggu Haris yang sedang berusaha menyibak kerumunan menuju ke arah kami.

Akhirnya Haris tiba di belakangku. Dua ibu-ibu sebelahku tidak memperhatikan kehadiran Haris, tapi aku melirik anak muda itu dan menyuruhnya berdiri tepat di belakangku. Aku bergeser berdiri sedikit di belakang bangku Bu Ratna dan Bu Mita. Sementara Haris dengan segera berdiri tepat di belakangku.

Dengan diam-diam aku menempelkan pantatku ke badan Haris. Haris tersenyum dan memajukan badannya. Pantatku yang semok segera menempel pada kontol Haris yang sudah tegang di balik celananya.

Aku berbisik pada Haris,

“Buka Riss… Udah pakai kondom ?”

Haris mengangguk dan membuka risliting celananya. Segera tersembul kontolnya yang sudah mengeras. Segera kusibakkan baju panjangku ke atas dan nampaklah leggingku sudah kuberi lobang di bagian belahan pantat. Haris nampak terkejut, dan sekaligus mengerti maksudku. Cerita Sex

Dengan pelan-pelan diarahkannya kontol kerasnya ke lobang pantatku. Dan,

“Sslepppp…”, masuklah kontol itu ke lobang favoritnya.

Tangan Haris masuk ke dalam baju kurungku sambil mengelus-elus perutku. Kontolnya berada di dalam lobangku sambil sesekali dimaju-mundurkan. Kami bercinta di tengah keramaian dengan tanpa ada yang menyadari. Walaupun begitu aku tetap bercakap-cakap dengan dua ibu-ibu tetanggaku, sementara di kanan kiri kami orang-orang sibuk mendengarkan ceramah dengan berdesak-desakan.

Sekitar satu jam Haris memelukku dalam gelap dari belakang. Tiba-tiba memekku berkedut-kedut, pengen ikut disodok. Kalau dari belakang berarti aku harus lebih menunduk lagi. Pelan-pelan kutarik keluar kontol Haris dan kulepas kondomnya. Aku kembali mengarahkannya, kali ini ke lubang memekku. Haris mengerti. Lalu,

“Bless…”, dengan lancarnya kontol itu masuk ke memekku dari arah belakang.

“Ohh, enak sekali…”

Aku mulai tidak konsentrasi terhadap ceramah maupun obrolan dua ibu-ibu itu. Karena hanya sesekali kami bergoyang, maka adegan persetubuhan itu berlangsung cukup lama. Kepalaku sudah mulai berkunang-kunang penuh kenikmatan. Di tengkukku aku merasakan nafas Haris semakin ngos-ngosan.

Beberapa saat kemudian, aku mengalami orgasme hebat, tanganku gemetar dan langsung memegang sandaran bangku di depanku. Haris juga kemudian memuncratkan maninya dalam memekku. Kami berdua hampir bersamaan mengalami orgasme itu.

Setelah agak reda, aku mendorong Haris dan mengeluarkan kontolnya.

Cepat-cepat Haris memasukkan kembali ke dalam celana, dan kuturunkan baju bagian belakangku. Aku dan ibu-ibu itu memutuskan untuk pulang sebelum acara selesai. Untung saja aku dan Haris sudah selesai. Dengan mengedipkan mata, aku menyuruh Haris untuk meninggalkan lokasi. Akhirnya terpuaskan juga hasrat kami, setelah hari-hari yang sibuk yang memisahkan kami.

Jangan Lupa Baca Juga : Cerita Dewasa Perkenalan Dengan Mba Anis Di Bus.

Nahh guys itu lah Cerita Seks Berawal Kecelakaan Berakhir Ketagihan Dengan Anak Kecil. Ikuti terus postingan cerita dewasa kami yang selanjutnya ya guys.. Salam Crott Crott..

No comments: